Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Karanganyar - Persyarikatan Muhammadiyah

 Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Karanganyar
.: Home > Berita > Dien Syamsuddin : Muhammadiyah Secara Historis Tidak Bisa Lepas dan Melepaskan dari Aktivitas Politik

Homepage

Dien Syamsuddin : Muhammadiyah Secara Historis Tidak Bisa Lepas dan Melepaskan dari Aktivitas Politik

Sabtu, 01-09-2018
Dibaca: 703

 

KARANGANYAR - Pernyataan tersebut disampaikan oleh Dien Syamsuddin Ketua PP Muhammadiyah periode 2005 -2015 pada acara Dialog Idieopolitor (Idieologi, politik dan Organisasi) yang diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Karanganyar. Dialog dengan tema “ Politik Muhammadiyah dan Islam Politik daari Masa ke Masadi Indonesia” Sabtu (01/09) bertempat di Aula Multimedia SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar.

 

Mengawali acara yang dihadiri ratusan Pimpinan Daerah, Majelis, Lembaga, Ortom, Pimpinan Amal Usaha Muhammadiyah Karanganyar, ketua PDM Muhammad Samsuri mengatakan jika kegiatan dialog ideopolitor ini merupakan yang ke-3 pada periode kepengurusan PDM hasil Muktamar 47. “Posisi Muhammadiyah sebgai lumbung suara tentunya dianggap menarik oleh kekuatan politik yang ada dan tahun 2018 - 2019 merupakan tahun politik, itu yang mendasari kegiatan ini dilaksankan. Tentunya kehadiran prof. Dien Syamsuddin di Karanganyar ini tentunya sekaligus memanfaatkan waktu luang diantara padat dan sibuknya acara Wanhat MUI dan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban serta jabatan-jabatan lain yang diemban beliau” kata Muh. Samsuri mengawali pembukaan acara.

 

Dalam dialog sekitar 1,5 Jam yang dimoderatori Sekretaris PDM Kabupaten Karanganyar Sarilan M. Ali ini, Dien Syamsuddin yang juga merupakan guru besar pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengawali pidato dengan mengingatkan kembali sejarah peran serta Muhammadiyah (dalam politik) sejak salah satu organisasi islam terbesar di Indonesia ini didirikan.

 

“Realitas politik yang ada sejak lahir hingga sekarang sebgai sebuah realitas sejarah Muhammadiyah tidak lepas dan tidak bisa dilepaskan dari politik. Masalah umat islam dalam politik ini menjadi bagian dari aspek islam tauhid yang meliputi ajaran-ajaran semua aspek, tidak ada pemisahan politik dengan agama. Salah kalau ada yang mengatakan jangan bawa-bawa ajaran Islam dalam politik” kata Dien Syamsuddin.

 

Keterlibatan pendiri  dan tokoh-tokoh Muhammadiyah pada masa sebelum kemerdekaan, orde lama, orde baru bahkan orde reformasi sekarang ini sebagai bentuk maupun bukti tidak lepasnya politik dengan Muhammadiyah. Dien Syamsuddin juga menyinggung dan menyebutkan banyak tokoh Muhammadiyah yang terlibat dalam gerakan politik pada masanya, seperti KH. Ahmad Dahlan, Mas Mansur dan banyak tokoh besr lainya termasuk Soekarno.

 

Secara terori dan realitas Dien Syamsuddin juga menyampaikan hal terkait corak realitas politik yang menurutnya ada 2, yaitu :

Pertama, Siapa merebut apa, kapan dan bagaimana? Ini yang sering dimaknai sebagai politik kekuasaan dan yang Kedua, Mengalokasikan nilai-nilai dalam masyarakat, yang biasa disebut politik alokatif/politik nilai/ politik dakwah/ politik amar ma’ruf nahy munkar. Karena corak realitas politik ini adalah mengalokasikan nilai-nilai di masyarakat.

 

Menurut Dien Syamsuddin kedua corak realitas politik tersebut keduanya sangat penting baik mengenai kekuasaan maupun memperjuangkan nilai-nilai, “rebut kekuasaan untuk memperjuangkan nilai-nilai dakwah. Banyaknya kader-kader Muhammadiyah di partai politik sebenarnya diharapkan untuk membawa nilai-nilai dakwah Muhmmadiyah dan Islam atau dalam etika tidak tertulisnya harus menegakkan marrwah Muhammadiyah melalui parpol bukan sebaliknya kepentingan partai politik yang dibawa ke Muhammadiyah.

 

Ketua Dewan Penasehat MUI ini juga kembali menegaskan tentang khitah Muhammadiyah dibidang politik secara organisasi yang diputuskan taahun 1971. “Intinya Muhammadiyah tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan partai politikmanapun, jangan bawa-bawa organisasi Muhammadiyah untuk kepentingan politik”.

 

Dien Syamsuddi juga mengkritik demokrasi di Indonesia yang ternyata lebih liberal daripada negara-negara liberal, “kenapa ini terjadi? Karena demokrasi di Indonesia mengingkari cita-cita pendiri bangsa ini. Katanya demokrasi Pancasila tetapai meninggalkan sila ke-4 sebagai cita-cita demokrasi yang dirumuskan pendiri bangsa. Bahkan tidak hanya sila ke-4 yang diingkari tetapi juga sila-sila lainya, misal sila ke-5 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang tidak kunjung dicapai”.

 

Mengakhiri dialognya setelah sesi tanya jawab dengan sebagian peserta, Dien Syamsudin berpesan agar senantiasa menjaga ukhuwah, “jangan berbecah belah dan jadilah kekuatan penengah. Terkait pilihan politik tahun 2019 warga Muhammadiyah ini sudah cerda cukup dengan isyarat, kalau tidak paham ini bukan dialog ideopolitor tetapi dialog idiot” kata Dien sambil berkelakar dan diteruskan dengan cerita-cerita dibalik calon-calon yang sudah menyatakan maju pada kontestasi pilpres 2019. (MPI PDM Kra-JOe).


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website